Tuesday, December 02, 2008

Syari'ah Ria, Bank . . .

Bismillahirrohmanirrohiim

 

02-275 (Al-Baqarah)

Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.

(Q.S. Al-Baqarah [02]: 275)

 

Melihat judul diatas dan juga hadist diatas maka anda pasti sudah tahu bahwa sekarang saya mau berbicara mengenai syari'ah.

Betul, tetapi bukan syari'ah secara keseluruhan, tetapi hanya satu bagian saja, bagian terkecil malah, yaitu ekonomi syari'ah khususnya perbankan Syari'ah, lebih khusus lagi tabungan syari'ah pribadi.

Sebagian dari kita mungkin bingung, bukannya syari'ah itu emang bank?

Ya! Tetapi itu hanya sebagian kecil dari syari'ah, karena pada hakekatnya syari'ah itu adalah hukum-hukum Allah SWT yang berlaku bagi seluruh manusia baik itu seorang muslim dalam hal-hal khusus maupun bagi semua ummat dalam hal-hal yang umum.

Karena syari'ah itu sebenarnya mengatur kehidupan manusia dalam masalah Kepribadian, Pendidikan, Sanksi/Peradilan, Politik, Kepemilikan, Kemasyarakatan, Fiqh, Negara dan ekonomi.

 

 

Riba Doank

 

03-19 (Ali-Imron)

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.

(Q.S. Ali-Imran [03]: 130)

 

Setiap dari kita pasti sudah tahu tentang lintah darat? Itu loh, orang-orang yang biasanya minjemin duit ke petani atau nelayan atau orang-orang miskin kemudian mereka meminta pengembalian berkali-kali lipat.

Nggak tahu juga? Ya udah deh, tahu cerita Siti Nurbaya? Nah, si Datuk Maringgih nya tuh si lintah darat, terus si Siti Nurbaya nya ya korbannya.

Nggih, Datuk Maringgih tuh rentenier and rentenier tuh sami mawon karo lintah darat cuman di bahasa londo keun.

Jadi sudah mengerti kan bahwa lintah darat tuh prakteknya seperti itu? Lha kalo pengembaliannya gak berkali-kali lipat gitu boleh dong?

Bukan itu yang jadi prinsip. Tapi . . .

Yang jadi prinsip dan yang disebut riba itu dilihat dari adanya penambahan terhadap modal yang diberikan atau yang biasa kita sebut bunga. Artinya, dari sejumlah uang yang dipinjamkan, harus dikembalikan sekian persen dari jumlah yang dipinjamkan, kalo yang sadisss bisa 10%-200%, yang katanya baik hati ya dari 0,0...1% sampe kurang dari 10% lah.

Nah kalau orangnya gak bisa bayar atau melunasi, maka pada periode berikutnya harus dibayarkan hutang awalnya + bunga periode sebelumnya + (bunga dari hutang + bunga periode sebelumnya). Dan kalau tidak sanggup juga, maka pada periode berikutnya diberlakukan hal yang sama.

Sebagai ilustrasi gampangnya adalah misalkan saya pinjam uang kepada seseorang sejumlah Rp. 1000,- dengan bunga katakan 5% saja dengan periode pengembalian 1 bulan.

Maka jika pada bulan 1 saya tidak bisa mengembalikan uang tersebut, maka hutang saya bertambah menjadi Rp. 1000 + (Rp. 1000 * 5%) = Rp. 1050,-

Kalau pada bulan 2 saya tidak bisa mengembalikan uang tersebut, maka hutang saya bertambah menjadi Rp. 1050 + (Rp. 1050 * 5%) = Rp. 1102.5

Dan begitu seterusnya.

Cuman gitu aja dipermasalahkan?

Iya kalau kita melihatnya dari nominal yang kecil seperti diatas. Tapi coba kalau kita lihat realnya, misalnya semua perhitungan tersebut dikali seribu, apa yang terjadi?

Dan sistem seperti inilah yang pada kenyataanya telah membuat para petani, nelayan dan masyarakat miskin menderita tiada tara.

 

The Institution of Riba

 

Apabila perzinaan dan riba telah melanda suatu negeri maka mereka (penghuninya) sudah menghalalkan atas mereka sendiri siksaan Allah.

(HR. Ath-Thabrani dan Al Hakim)

 

Wah menderita deh jadi Siti Nurbaya, muda, cantik, perawan, eh . .  dapet kakek2 peyot. Nasib nasib . . .

Enaknya emang jadi Datuk Maringgih.Udah kaya, punya kebon banyak, uang banyak, jadi antek Belanda, banyak istri, dapet perawan pula!

Tahukah anda, kalau sebenar-benarnya dan sebetul-betulnya kita sudah menjadi Datuk Maringgih, kecuali bagian punya kebon banyak, uang banyak, jadi antek Belanda, banyak istri, dan dapet perawan.

Lha? jadi yang mananya?

Ya itu, minjemin duit pake bunganya itu.

Bayangkan kalau kita sebagai Datuk Maringgih nya yang punya modal, dan yang jadi Siti Nurbaya nya, eh bapaknya Siti Nurbaya ding (yang ngutang kan bapaknya bukan anaknya) itu adalah Bank Konvensional.

Kok bisa?

Iya lah! dalam kondisi ini ada dua pihak yang mengadakan transaksi, si pemilik modal dan yang menerima modal. Proses yang terjadi adalah modal itu berpindah dari satu pihak ke pihak lain, apakah dengan istilah peminjaman, maupun penyimpanan. Dan modal tersebut akan bertambah seiring berjalannya waktu.

Kita memberikan dana kita kepada bank sebagai modal yang kemudian ada keuntungan sekian persennya dari modal dalam selang waktu satu bulan. Disinilah ribanya.

Pernah inget kalau kita mau buka deposito kita memilih satu dari berbagai bank yang punya suku bunga paling tinggi? Katanya sih biar untung.

Gitu juga untuk pembukaan tabungan biasa, ada beberapa orang yang masih memperhitungkan berapa suku bunganya.

Nah sudah terbuktikan bahwa sistem perbankan dan sistem lintah darat yang sangat kita benci ternyata sama, yang berbeda hanya berada di posisi mana kita saat berada?

Artinya kita juga dapat langsung bilang bahwa bunga bank adalah haram, mengingat sistem ini sama dengan Lintah darat, sama saja dengan Riba.

Yang luar biasanya adalah bahwa Bank Konvensional adalah sebuah lembaga yang berbadan hukum yang dilindungi oleh berbagai macam perangkat hukum yang melindungi bank itu sendiri dan para nasabahnya!

Artinya kegiatan riba yang jelas-jelas dilarang dan diharamkan oleh Allah SWT dan Rasul-Nya disahkan dan dilindungi oleh negara!

Dan sadar atau tidak, ternyata Riba ini adalah salah satu senjata imperialisme untuk menguasai perekonomian suatu negara jajahan. Kalau Datuk Maringgih secara perseorangan adalah antek Belanda, maka Bank Konvensional adalah antek Liberalisme, malah lebih canggih dari itu, adalah antek Neo-Liberalisme.

Tentang keharaman bunga bank, MUI juga sudah mengeluarkan fatwa dengan Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Bunga (INTERSAT/FA'IDAH).

Allah SWT sudah mengharamkan, Rasulullah pun sudah memerangi, sekarang para ulama kita masa kini pun sudah mempertegas kembali, masihkah kita ingkar?

 

Old shows in the brand new modern stage

 

04-161 (An-Nisa)

Dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta benda orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih.

(Q.S. An-Nisa [04]: 161)

Lalu, berarti bank itu haram?

Eits nanti dulu, yang diharamkan itu sebetulnya praktek riba nya. Dalam hal ini adalah diberlakukannya sistem bunga.

Tapi bank sebagai tempat penyimpanan/penitipan harta itu tidak haram. Malah, kalau kita pernah time-travelling ke zaman Rasulullah SAW hidup, maka kita mendapati bahwa Rasulullah mendapat julukan sebagai Al-Amin justru karena beliau adalah orang yang terpercaya yang menjadi tempat bagi kaum Kuraisy menitipkan barang berharga mereka.

Artinya, dari jama baheula peranan pentimpanan kekayaan, baik berupa lembaga ataupun perorangan sudah ada, perbedaan paling utamanya adalah bentuk harta kekayaan tersebut.

Jadi, bank sebagai tempat penitipan adalah halal, hanya saja bunganya yang haram.

 

No Escape . . . !!?

 

Dari Ibnu Abbas rodhiallahu ‘anhu bahwa Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Alloh mengampuni beberapa perilaku umatku, yakni (karena) keliru, lupa dan terpaksa.”

(Hadits hasan diriwayatkan oleh Ibnu Majah, Baihaqi, dan lain-lain)

Lalu bagaimana? Kita sudah makan bunga bank banyak sekali, gak cuman saya, keluarga saya, istri saya, dan anak-anak saya bagaimana?

Sebetulnya di negeri ini, sejak dari hari kemerdekaan kita, semua bank adalah Bank Konvensional yang menggunakan riba, sedangkan dalam kehidupan keseharian kita, mau tidak mau kita membutuhkan peran lembaga keuangan yang satu ini untuk menyimpan harta kekayaan kita berupa uang agar lebih aman dan menenangkan.

Dengan begitu gencarnya sosialisasi bank saat itu dan sedikitnya kaum muslimin yang menjadi ahli ekonomi dan paham masalah riba ini, maka sebetulnya situasi kita saat itu adalah terpaksa.

Dan berdasarkan Hadist diatas, walaupun berupa hadist ahad, Allah SWT memaafkan ummatNya yang keliru, lupa dan terpaksa. Dan karena kita terpaksa melakukan hal tersebut insya Allah kita dimaafkan oleh Allah SWT, asalkan kita bertaubat, tidak mengulangi lagi apa yang telah kita lakukan dan tidak terlibat lagi dengan riba sejak saat ini.

 

 

Escape Point

 

10-09 (Yunus)

Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal saleh, mereka diberi petunjuk oleh Tuhan mereka karena keimanannya, di bawah mereka mengalir sungai- sungai di dalam syurga yang penuh kenikmatan.

(Q.S. Yunus [10]: 09)

Jauh sebelum di keluarkannya fatwa haram bunga oleh MUI, Bank Muamalat Indonesia, Bank Syariah pertama di Indonesia berdiri. Dari sinilah era perbankan Syariah di Indonesia dimulai.

Dengan adanya bank Muamalat dan fatwa MUI mengenai keharaman bunga bank, bagi sebagian ummat merasa dipaksa untuk beralih ke perbankan syariah dan mengingkarinya, tetapi bagi sebagian lainnya, ini adalah jalan keluar dari permasalahan ummat yang sudah begitu mengakar hingga anak-cucu.

Melihat pola perbankan syariah pertama ini yang dirasa adil bagi perusahaan maupun bagi nasabah tanpa menggunakan bunga, banyak bank-bank saat ini mulai melirik perbankan syariah dan berusaha membuat perbankan syariah dan perbankan yang sudah ada.

Sebagian memang hanya mengikuti trend karena takut kehilangan nasabahnya, sebagian karena memang sistem syariah bisa meringankan beban bank, dan sebagian lainnya memang ingin menyediakan alternatif perbankan yang sesuai dengan Islam.

Yang manapun itu, bagi kita para ummat muslim, yang penting adalah tersedianya beragam fasilitas perbankan yang dapat menjadi pengganti sistem perbankan konvensional yang biasa kita gunakan.

Perlahan tapi pasti, perbankan Syariah semakin menguasai perbankan kita disini. Bahkan sebuah bank tanpa ada divisi syariahnya sudah mulai hanya dilirik sebelah mata oleh ummat.

 

 

Small and vital

 

Lalu apa bedanya bank Konvensional dengan bank Syariah?

Perbedaan utama dan yang paling mencolok adalah tidak adanya sistem ribawi seperti yang saya jelaskan diatas. Dalam bank Syariah tidak ada yang namanya bunga bank.

Non-ribawi adalah hal yang kecil tapi sangat prinsip yang merubah seluruh paradigma perbankan Konvensional.

Lalu tabungan kita gak bertambah-tambah dong? Malah bisa jadi berkurang, karena dari mana bank bisa beroperasional tanpa mengambil dana dari nasabahnya?

Tidak juga seperti itu.

Dalam perbankan Syariah yang dikenal adalah bagi hasil. Perbedaan utama dari sistem riba adalah bahwa bagi hasil bukan dihitung dari modal, tetapi dari untung/ruginya bank tersebut yang kemudian dibagi kepada nasabah berdasarkan pembagian yang sudah ditetapkan.

Kalau gitu bisa aja rugi dong?

Benar, kemungkinan itu tetap ada walaupun pastinya bank sudah memiliki perhitungan sendiri untuk mencegah hal ini.

Sekarang mari kita bayangkan sejenak.

Pada bank Konvensional, bunga dihitung dari modal, katakanlah modal saya 1000 dan bunganya 5%. Ada 1000 orang nasabah yang memiliki modal yang sama. Artinya, bank harus bisa mengembalikan dana nasabah beserta bunganya untuk 1000 orang nasabah TIDAK PERDULI APAKAH BANK MENGALAMI PROFIT ATAU LOST. Pokoknya untung atau rugi, bank harus bisa mengembalikan dana nasabahnya beserta bunganya.

Nah, pada bank Syariah, katakanlah bank sudah menetapkan bahwa bagi hasil adalah 60:40 dalam jangka waktu satu bulan. Artinya 60 untuk bank dan 40 untuk nasabah. Kalau bank untung Rp. 100 pada bulan tersebut misalkan, maka bagi hasil bagi para nasabahnya hanya Rp. 40. Dan andaikata bank merugi Rp. -100, maka nasabahnya juga turut menanggung kerugian tersebut dengan porsi bagi hasil tadi.

Dan disinilah letak adilnya. Tidak ada satu pihak yang mau enaknya sendiri menuntut untung, sedangkan sebetulnya pihak yang lain mengalami kerugian.

Dana kita di bank, sebetulnya digunakan lagi sebagai fasilitas pembiayaan dan investasi sektor real. Pada bank Syariah, fasilitas pembiayaan pun mengikuti cara-cara yang islami dan investasi yang dilakukan hanya untuk usaha yang halal. Usaha seperti jual beli minuman keras jelas tidak boleh.

Dan bank syariah ini ada pengawasnya, yang dinamakan dewan syariah.

Jadi dapat dipastikan dana yang kita simpan benar-benar digunakan untuk usaha-usaha yang halal.

 

 

Help yourself, Help others

 

Seperti yang telah disebutkan diatas, bahwa dana kita akan digunakan untuk membiayai berbagai usaha yang terutama bergerak di sektor real dan usaha-usaha yang halal.

Kehalalan ini juga termasuk didalamnya penghapusan bunga pada pinjaman dana, digantikan dengan bagi hasil yang adil.

Nah terlihat kan, ketika kita menggunakan bank syariah untuk keperluan perbankan kita, pada saat yang bersamaan juga kita telah membantu saudara-saudara kita terlepas dari bunga yang dibebankan pada pinjaman usahanya.

 

 

One Depa

”Allah SWT berfirman : ”Aku dengan persangka hamba-Ku kepada-Ku, dan Aku bersamanya ketika ia berzdikir kepada-Ku, dan Allah SWT lebih sendang dengan taubat seorang manusia dari pada seorang kalian menemukan kembali perbekalanya di pada tandus. Barangsiapa yang mendekat kepada-Ku satu hasta maka Aku akan mendekat kepadanya satu lengan, dan barang siapa mendekat kepada-Ku satu lengan maka Aku akan mendekat kepadanya dua lengan, dan jika ia menghapd kepada-Ku dengan berjalan maka Aku menemuinya dengan berlari”.

(Hadits diriwayatkan oleh Bukhari-Muslim)

 

Sebetulnya riba itu sendiri sudah saya kenal dari saya masih SMP pada pelajaran Muamalah pada kitab Fiqh. Waktu itu saya sekolah di Al-azhar dan guru Fiqh saya menjelaskan tentang riba. Hanya saja, penjelasan waktu itu tidak begitu saya ingat detailnya, yang saya tahu riba itu haram dan itu adalah urusan masa lampau yang tidak mungkin dibawa ke zaman modern seperti sekarang.

Namun ketika Bank Muamalat berdiri dan menyatakan sebagai bank Syariah pertama di Indonesia, masalah bunga bank mulai menjadi perhatian saya.

Ditambah, MUI menyatakan bunga bank = riba = haram. Hal ini membuat saya mulai bertanya-tanya, haram dimananya? kenapa bisa jadi ribanya? Lalu kenapa pemerintah diam saja? Apa suara para ulama sudah tidak didengar? Kalau iya, berarti ada yang salah dengan system kita.

Ketika krisis ekonomi mendera pada tahun 1998, ada satu hal yang saya pelajari, bahwa bank Muamalat yang saat itu termasuk bank baru yang tidak dikenal, tidak memiliki banyak modal dan juga fasilitas itu bisa bertahan.

Bahkan dimasa bank terbesar di Indonesia, BCA, mulai goyang dan harus diselamatkan oleh pemerintah dengan uang berpuluh-puluh milyar rupiah, bank Muamalat malah menunjukkan eksistensinya bahkan dengan berani mengatakan bahwa saat itu mereka memiliki kelebihan modal dari sejumlah modal yang telah direncanakan. Luar biasa!

Lalu sekitar tahun 2007 an, salah seorang teman mengajak untuk bersyar'iah ria. Waktu itu saya tanggapi dengan dingin. yang ada dalam pikiran saya saat itu adalah yang penting gaji dibayar dan bisa hidup sampe akhir bulan. Untuk itu saya malah senang dengan sistem bunga yang bisa menambah kekayaan saya. Malah saya membuat diri saya terjebak lebih jauh dengan riba dengan membuat Credit Card.

Seiring berjalannya waktu, saya selalu dikompor-komporin teman dengan berbagai macam artikel riba. Hingga akhirnya saya berfikir tidak ada salahnya mengikuti ajaran agama dan membuat satu rekening di Permata Syariah yang kebetulan lokasinya satu gedung dengan kantor.

Dan waktu terus berputar seakan semakin cepat, hingga saya menemukan kembali Siti Nurbaya dalam sekat-sekat memori otak saya.

Dan disitulah saya seperti diberi petunjuk untuk mulai memahami dengan benar bahwa bunga = riba = haram. Lebih jauh, bunga disini bukan lagi bunga bank, tapi segala macam bentuk riba mulai dapat saya kenali.

Tapi bagaimana? Saya sudah semakin dalam berkutat dengan riba, bahkan hutang Kartu Kredit saya sudah semakin bertumpuk.

Ternyata saat hutang sudah mulai menumpuk dan keinginan menikah sudah muncul ditambah kebutuhan hidup sudah semakin banyak, saat  inilah, dimana saya sedang merasa berada di titik paling nelangsa dalam hidup, saya malah berani berkata inilah saat nya.

Saatnya ber-Syari'ah Ria, dengan harapan mendapat ridha Allah.

 

Perfect Mix

 

02-279 (Al-Baqarah)

Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.

(Q.S. Al-Baqarah [02]: 279)

Ketika hendak berhijrah dari sistem riba inilah, maka ada banyak pertanyaan yang muncul. Bagaimana jika begini, bagaimana jika begitu? Terlalu banyak what if?

Tapi Alhamdulillah, sepertinya Allah SWT sedang berlari ke arah saya.

Ketika sedang berada di Mall Ambassador untuk urusan kantor, saya melihat stand Bank Syariah Mandiri yang baru buka. Tanpa pikir panjang langsung saya samperin langsung bilang dengan tegas ke yang jaga stand. "Mbak, saya mau buka rekening disini".

Sesuatu yang spontan yang saya lakukan. Bahkan saya tidak menanyakan dahulu berapa saldo awal yang dibutuhkan. Setelah semua dokumen saya isi, saatnya membayar. Ya Allah! gak ada sepeserpun di kantong! Maklum pulang pergi ke kantor pake voucher taxi.

Saya langsung ke ATM BCA terdekat dan ketika saya lihat, saldo saya cuman ada Rp. 150.000,-. Maklum akhir bulan. Sudahlah, saya ambil semua, saya jadikan saldo awal.

Alhamdulillah, masih ada kembalian Rp. 30.000,-

Ajaibnya, inilah kuasa Allah, masih ada sekitar seminggu lebih sebelum gaji bulan depan masuk, tapi sampai saatnya gajian saya masih memegang uang Rp. 25.000,- yang akhirnya saya infaq kan kepada sebuah organisasi Islam.

Pas hari gajian, saya ke kantor tanpa sepeser uang pun.

Dan Allah pun tidak sepertinya tidak mendiamkan saya begitu saja.

Bank Mandiri terkenal dengan proses transfer dan debit yang ribet dan mahal, maka saya berniat mencari informasi tentang Shar-E dari bank Muamalat.

Eh, pas lagi jalan-jalan di DETOS, pas ada stand Shar-E disana! Pas lokasinya sebelah ruang ATM. Gak pake pikir panjang, saya datangin, saya tanya-tanya, dan saya pun mendapatkan apa yang saya mau, dan saya merasa klop dengan kebutuhan harian saya, saya langsung ambil uang di ATM BCA, saya beli satu Shar-E.

The next day, body not feeling well, jadi izin gak masuk sama kantor.

Seperti biasa, karena gak pernah stok banyak duit di kantong, jadinya pas mau makan siang, eh malah gak ada duit.

Terpaksa ambil di Margo City, terus pulang ke kostan terpaksa muter lagi dan ngelewatin Bank Syariah Mandiri Cabang Pembantu yang lokasinya Persis di samping DETOS!

Langsung mampir bikin satu account lagi, plus internet banking and plus GPRS banking! AHA! Sekarang transaksi apapun tinggal pake HP! Yah kecuali ambil duit sih.

Luar biasa! GPRS banking diambil di tempat tapi baru bisa sorenya, jadi pulang, makan dan bersyukur atas jalan yang dimudahkan Allah.

Tinggal satu permasalahan lagi, hutang di Credit Card!

Semoga Allah masih terus berlari kepada kita yang hanya sanggup dengan berjalan mendekati-Nya.

 

Amiiin

[zaq quallesqy]

No comments: