Wednesday, May 07, 2008

Outsourcing - Alih Daya

Hari ini saya dapat e-mail dari salah seorang teman kantor saya yang ternyata merupakan e-mail kaleng yang menggunakan nama beliau. Isinya menjelaskan bagaimana proses outsourcing di kantor kami tidak berjalan sesuai dengan baik.

Outsourcing atau dalam bahasa Indonesianya adalah Alih Daya adalah proses subcontract atau pendelegasian proses-proses tertentu dalam perusahaan kepada perusahaan lain yang diakibatkan oleh beberapa hal diantaranya perusahaan tidak memiliki sumber daya untuk melakukan proses-proses tersebut, ada proses-proses lain yang memerlukan fokus lebih, ingin lebih mengefisiensikan tenaga kerja, modal, teknologi dan sumber daya lainnya kepada perusahaan lain yang memiliki kemampuan di bidang-bidang tersebut. Outsourcing sendiri mulai dikenalkan pada 1980-an dan sudah menjadi trend di banyak perusahaan, terutama banyak menjamur di negara-negara berkembang seperti Indonesia.

Keuntungan outsource adalah perusahaan tidak perlu memikirkan banyak hal seperti kesejahteraan karyawan, jenjang karir, kenaikan gaji dan lainnya. Perusahaan hanya cukup membayar kepada pihak ketiga sejumlah kesepakatan untuk memperoleh kualitas kerja yang memuaskan.

Kalau kita lihat dari pengertiannya artinya adalah bahwa perusahaan menginginkan hasil yang optimal dengan modal yang sama dengan modal yang dia keluarkan ketika dia tidak outsource. Inilah yang kemudian menjadi masalah dan disalah artikan oleh banyak pihak dengan memperkecil modal untuk mendapatkan hasil yang luar biasa.

Perusahaan outsource juga biasanya bukan perusahaan yang mengkhususkan diri sebagai perusahaan yang profesional di bidangnya, kebanyakan dari mereka adalah perusahaan baru yang masih memiliki hubungan dengan pejabat di first party. Celakanya, banyak perusahaan yang sama sekali tidak kompeten di bidang tersebut, kemudian meng sub-contract kembali perusahaan yang lain, akibatnya bisa ditebak nilai kontrak dengan fouth-party jauh dari yang diterima third-party.

Karena orang-orang yang bekerja di third-party bukanlah orang-orang professional, malah kebanyakan dari mereka baru bergabung ketika ada projek, maka dapat dipastikan kualitas pekerjaannya bisa menurun drastis. Untuk mencegah itu semua, maka perusahaan outsourcing tidak mencari pegawai tetap, tetapi mencari tenaga kontrak/honorer agar ketika ada masalah, orang tersebut dapat diberhentikan/diputus kontraknya tanpa harus membayar pesangon atau yang lainnya.

Third-party juga biasanya menginginkan keuntungan sebanyak-banyaknya, maka mereka membayar pegawai kontrak mereka dengan sangat rendah, banyak malah yang lebih rendah dari Upah Minimum Regional yang ditetapkan pemerintah.

Satu aturan main tidak tertulis adalah jika user complain, maka si pegawai bisa langsung dipecat/diputus kontrak, oleh karenanya, pegawai outsourcing sangat hormat terhadap user, mereka bahkan rela melakukan pekerjaan yang diluar kesepakatan kerja atau bahkan di luar kemampuan manusia. Banyak dari mereka yang bekerja melewati jam kerja yang sudah disepakati karena mereka harus kejar target. Untuk yang sales, biasanya mereka diberi target penjualan yang mustahil.

Pernah ada cerita, seorang sales bank harus menghubungi 12 orang client (on site / tatap muka) dalam satu hari, padahal jam kerja dia hanya 8 jam dan dia harus report ke kantor jam 7 pagi, padahal jam kerja dia jam 8 - 5, jam 12 siang dan membuat log jam 5 sore. Bagaimana bisa, sedangkan kondisi jalanan Jakarta macet dan sangat unpredictable. Sungguh tidak masuk akal.

Tidak heran kerja outsourcing lebih mirip kerja rodi, gaji kecil, kerja keras, mending jadi polisi kali ya?

Saya sendiri adalah produk outsourcing, dan saya sudah pernah mengalami itu semua. Karenanya, mungkin saya adalah orang pertama yang akan berkata TIDAK! kepada outsourcing.

Jujur, memang tidak semua outsourcing sekejam itu, ada juga yang memang profesional, memiliki sumber daya manusia yang memang berpengalaman di bidangnya. Yang begini pasti kontrak kerjanya mahal dan tidak banyak dilirik perusahaan kecuali perusahaan yang menginginkan prefeksionitas.

2 comments:

Anonymous said...

wah nulis ttg outsourcing juga yah.
main main ke sini mas ...

http://quallesqy.blogspot.com/2008/05/outsourcing-alih-daya.html

sari said...

Terima kasih atas artikelnya mengenai sudut pandang outsourcing secara hukum. Bagaimana pemerintah mengatur jasa outsource untuk sistem yang dikerjakan di suatu perusahaan, bukan penyediaan tenaga kerja (buruh)?