Thursday, May 15, 2008

Kartu Hutang

Beberapa minggu lalu, ketika saya sedang berbelanja di Giant Cimanggis, saya melihat ada sebuah stand kecil dengan tulisan Kartu Hutang di bagian atasnya. Awalnya saya tidak begitu memperhatikan, tetapi ketika mengantri di kasir (Ampun deh, zaman sekarang mau ngasih duit aja musti antri), tidak sengaja saya membaca tulisan tersebut, lalu terjadilah percakapan dengan yayang :

(q = quallesqy; y = yayang)
q: Eh, eh, eh, tuh ada kartu hutang
y: Kartu Hutang?
q: Iya, kalo pake kartu itu kita bisa ngutang
y: Masa sih?
q: Lha piye iki, namanya juga kartu hutang, ya fungsinya buat ngutang toh
y: Wah enak banget, terus pinjemnya berapa?
q: Tau, berapa aja kali, enak kali ya, bisa ngutang dulu kalo bokek, gak musti pinjem ama orang, gak musti kena omel dulu, gak perlu gak enak sama orang.
y: Iya ya, terus nanti bayarnya gimana?
q: Ya bayar aja kalo kita punya duit, kalo nggak ya nunggak lagi, bisa kredit lagi
y: Itu bukannya sama aja sama kartu kredit?
q: Bukan, kartu hutang
y: Bedanya sama kartu kredit apa?
q: Pokoknya beda, Kartu Hutang ya Kartu buat ngutang, Kartu Kredit ya Kartu Kredit. Pokoknya beda!
y: (bingung) Bukannya sama aja ya sama credit card?
q: Beda!
...
...

Yah, akhirnya kita bertengkar, tapi saya juga cuman pura-pura bego jadi orang kampung. Akhirnya kita ambil kesimpulan, yang emang harusnya sudah jelas dari awal kalau Kartu Hutang itu ya Kartu Kredit alias Credit Card, apalagi nama perusahaannya adalah nama perusahaan salah satu perusahaan perbankan yang cukup terkemuka di dunia.

10-15 tahun yang lalu, kartu kredit masih merupakan barang mewah yang hanya di miliki individu tertentu, tapi sekarang sudah bisa dimiliki oleh hampir semua kalangan masyarakat. Tentu saja keberhasilan seperti itu adalah hasil kerja keras marketingnya dalam mempromosikan produknya. Salah satu usahanya adalah dengan merubah paradigma negatif yang sudah hadir di masyarakat.

Ketika kartu kredit mulai mewabah, paradigma yang diubah adalah bahwa kartu kredit bukan lagi merupakan barang mewah, tidak harus jadi jutawan untuk menikmati segala fasilitas kartu kredit tersebut. Cukup dengan gaji 2.5 juta rupiah saja kita sudah bisa memiliki satu kartu.

Seiring waktu, semakin banyak orang yang terjebak riba dari kartu kredit tersebut. Banyak orang yang mulai bergantung dengannya dan terbelit hutang yang tidak kecil jumlahnya. Bagi mereka yang sanggup bayar mungkin tidak masalah, tetapi bagi mereka yang pendapatannya pas-pasan ya akhirnya gali lubang tutup lubang.

Pihak perusahaan juga tidak tinggal diam kalau kita tidak melakukan pembayaran pada waktunya, mereka mulai melakukan teror, dari telpon ke HP, rumah, kantor, teman, atau bahkan sampai datang menemui kita dari yang awalnya bersikap ramah hingga yang berani kurang ajar.

Saya yakin kebanyakan dari kita pernah mengalaminya, setidaknya di telpon sama CS nya.

Seiring dengan keuntungan yang diperoleh dari ribanya, Image kartu kredit pun semakin terpuruk. Banyak orang mulai menghindarinya. Tidak kehilangan akal, pihak perusahaan pun bekerja sama dengan banyak pusat perbelanjaan agar memudahkan kita berhutang.

Dirasa masih kurang menguntungkan, berbagai permainan kata pun mulai di gunakan. Ada yang menyebut stand dan marketernya dengan sebutan Shopping Advisor. Lalu ada yang bilang Kartu Hutang, ada juga Kartu Cicilan, ada Kartu Belanja, pokoknya banyak lagi deh.

Kenapa sampai segitunya? Karena kesuksesan bagi mereka adalah sebanyak mungkin orang berhutang ke mereka.

Divisi Marketing juga punya seribu satu cara untuk menjaring pelanggan, dari yang baik-baik sampe yang paling extrim sekalipun. Sudah bukan rahasia umum bahwa perusahaan-perusahaan kartu kredit bekerja seperti mafia. Bagi anda yang punya satu kartu kredit atau yang pernah apply, pasti pernah tiba-tiba mendapat telpon dari CS yang menanyakan kesediaan kita untuk pembuatan kartu kredit tersebut. Ini sering, setidaknya satu bulan sekali.

Ada juga yang pernah dihubungi CS dan dikatakan bahwa Kartu Kredit kita sudah di approve padahal kita tidak pernah Apply Kartu Kredit dari perusahaan tersebut. Seperti 2 hari yang lalu, saya dihubungi oleh salah seorang CS Bank BII dan dia bilang saya sudah di approve untuk Kartu Kredit Gold, tapi saya tidak pernah merasa apply Kartu tersebut. Selama ini, saya hanya apply untuk Dirham Card - Danamon Syariah (Yang notabene gak diapprove-approve). Kontan saya marah dan agak membentak ketika saya bilang saya tidak mau, CS bilang kalau mereka sudah coba telp ke Ibu saya untuk konfirmasi tetapi tidak bisa, bahkan beliau tahu nama lengkap ibu saya!

Saya sering juga dapat penawaran dari Bank Mandiri. Saya tidak pernah apply ke dua Bank ini, yang ada juga saya apply untuk lowongan kerja di sana. Jadi kemungkinannya ada 2 entah dari CV yang saya kirim ataupun dari CS dari bank lain yang memberikan data ke bank yang bersangkutan.

Entahlah, yang manapun juga kita hanya jadi korban dari sistem. Kita marah-marah ke CS atau sales nya juga tidak membantu, karena mereka hanya pekerja kontrak, mungkin juga outsourcing yang diberi target yang harus mereka penuhi, sehingga jika mereka ingin mempertahankan pekerjaannya, mereka sipaksa menghalalkan segala cara. Jangan heran kalau di satu tempat ada 2 stand Kartu Kredit, dan kita mendekat ke salah satunya, maka sales dari stand yang lain akan memaksa kita (saya pernah sampe ditarik-tarik) untuk ke stand mereka.

Berhati-hatilah, bahasa sangat mempengaruhi penilaian kita tentang sesuatu, cermati dahulu sebelum kita mengambil keputusan.


No comments: